Larangan Meminta dan Ambisi Terhadap Kekuasaan
MEMBANGUN KHILAFAH DAN IMAROH
Larangan meminta dan ambisi terhadap kekuasaan
عن عبد الرحمن بن سمُرة رضي الله عنه قال: قال لي النبي- صلى الله عليه وسلم-: «يَا عَبْدَالرَّحْمَنِ بِن سَمُرَةَ لا تَسْأَلِ الإمَارَةَ، فَإنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلتَ إلَيْهَا، وَإنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا..». متفق عليه.
Dari Abdurrohman bin Samuroh Radhiyallahu anhu berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Wahai Abdurrahman, janganlah meminta menjadi pejabat, jika engkau mendapatkannya dengan cara meminta niscaya engkau serahkan kepadanya (tanpa dibantu oleh Allah) dan jika engkau mendapatkannya tanpa meminta niscaya Allah membantumu (dalam menjalankannya). Muttafaq Aliahi.[1]
عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي- صلى الله عليه وسلم- قال: «إنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى الإمَارَةِ، وَسَتَكُونُ نَدَامَةً يَوْمَ القِيَامَةِ، فَنِعْمَ المُرْضِعَةُ وَبِئْسَتِ الفَاطِمَةُ». أخرجه البخاري.
Dari Abi Huriarah Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Kalian akan berambisi terhadap jabatan padahal dia adalah penyesalan pada hari kiamat, dia adalah sebaik-baik wanita yang menyusui dan seburuk-buruk wanita yang mengehtikan susuannya”. HR. Bukhari[2]
عن أبي موسى رضي الله عنه قال: دخلت على النبي- صلى الله عليه وسلم- أَنَا وَرَجُلانِ مِنْ قَومِي فَقَالَ أَحَدُ الرَّجُلَينِ: أمِّرْنَا يَا رَسُولَ الله، وَقَالَ الآخَرُ مِثْلَهُ، فَقَالَ: «إنَّا لا نُوَلِّي هَذَا مَنْ سَأَلَهُ وَلا مَنْ حَرَصَ عَلَيْهِ». متفق عليه.
“Dari Abi Musa Radhiyallahu anhu berkata : Aku masuk kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama dua orang lelaki dari kaumku, lalu salah seorang lelaki itu berkata : Angkatlah kami jadi pejabat wahai Rasulullah!, lelaki yang lainpun berkata demikian, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya kami tidak akan memberikan jabatan kepada orang yang memintanya dan tidak pula kepada orang yang ambisi dengannya”.Muttafaq Alaihi[3]
Menjauhi jabatan, khususnya orang yang lemah dalam mengemban hak-hak jabatan
عن أبي ذر رضي الله عنه قال: قلت: يا رسول الله ألا تستعملني؟ قال: فضرب بيده على منكبي ثم قال: «يَا أَبَا ذَرٍّ إنَّك ضَعِيفٌ، وَإنَّهَا أَمَانَةٌ، وَإنَّهَا يَومَ القِيَامَةِ خِزْيٌ وَنَدَامَةٌ إلا مَنْ أَخَذَهَا بِحَقِّهَا وَأَدَّى الَّذِي عَلَيهِ فِيهَا». أخرجه مسلم.
Dari Abi Dzar Radhiyallahu anhu berkata : aku berkata : Wahai Rasulullah tidakkah engkau memakai akau dalam sebuah jabatan?. Abu Dzar berkata: Maka beliau memukulkan tangannya pada pundakku kemudian bersabda: “Wahai Abu Dzar! Engkau adalah orang yang lemah, sesungguhnya dia pada hari kiamat adalah amanah, kehinaan dan penyesalan kecuali orang yang mengambilnya dengan haknya dan menunaikan apa yang menjadi kewajibannya padanya”.HR. Muslim.
Keutamaan penguasa yang adil dan ancaman bagi penguasa yang zalim
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
قال الله تعالى: {وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ [الحجرات/9]
“…berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil”.
عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي- صلى الله عليه وسلم- قال: «سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ الله تَعَالَى فِي ظِلِّهِ يَومَ لا ظِلَّ إلا ظِلُّهُ إمَامٌ عَدْلٌ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللهِ..» متفق عليه.
Dari Abi Hurairah Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Tujuh golongan orang yang akn dinaungi oleh Allah Ta’ala pada naunganNya di hari yang tidak ada naungan kecuali naunganNya, peminpin yang adil dan pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah..”.Muttafaq Alaihi.[4]
عن عبد الله بن عمرو رضي الله عنهما قال: قال رسول الله- صلى الله عليه وسلم-: «إنَّ المُقْسِطِينَ عِنْدَ الله عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ عَنْ يَمِينِ الرَّحْمَنِ عَزَّ وَجَلَّ، وَكِلْتَا يَدَيْهِ يَمِينٌ، الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيهِمْ وَمَا وَلُوا». أخرجه مسلم.
Dari Abdullah bin Amr semoga semoga Allah meredahi keduanya berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya orang-orang yang adil di sisi Allah berada di atas mimbar-mimbar di sisi Allah di sisi kanan Allah Yang Maha Pengasih Azza Wa Jalla, dan kedua tanganNya adalah kanan, yaitu orang-orang yang berlaku adil dalam berhukum, dan adil dalam keluarga dan jabatan yang pegang”. HR. Muslim.[5]
عن معقل بن يسار رضي الله عنه قال: سمعت رسول الله- صلى الله عليه وسلم- يقول: «مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللهُ رَعِيَّةً، يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتهِ إلا حَرَّمَ الله عَلَيهِ الجَنَّةَ». متفق عليه.
Dari Ma’kil bin Yasar Radhiyallahu anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Tidaklah seorang hambapun yang diberikan oleh Allah mengurusi urusan rakyat kemudian meninggal sementara dirinya pada saat meninggal tersebut berlaku menipu terhadap rakyatnya kecuali Allah pasti mengharamkan baginya memasuki surga”. Muttafaq Alaihi.[6]
[Disalin dari مختصر الفقه الإسلامي (Ringkasan Fiqih Islam Bab : Jihad, Hukum dan Keutamaannya كتاب الجهاد). Penulis Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri. Penerjemah Team Indonesia islamhouse.com : Eko Haryanto Abu Ziyad dan Mohammad Latif Lc. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2012 – 1433]
_______
Footnote
[1] Muttafaq alihi, HR. Bukhari: 7147 dan Muslim: 1652
[2] HR. Bukhari: 7148
[3] Muttafaq Alaihi, HR. Bukhari: 7149 dan Muslim pada kitab Imaroh hadits no: 1733
[4] Al-Bukhari: 1423 dan Muslim: 1031
[5] HR. Muslim no: 1827.
[6]Al-Bukhari: 7150 dan Mudlim: 142.
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/87853-larangan-meminta-dan-ambisi-terhadap-kekuasaan.html